Penulis: Nathania Wijaya, B.Arts., M.Arch.
Revolusi industri membawa berbagai macam dampak terhadap dunia ini, baik itu dampak positif maupun negatif. Banyak aspek dari kehidupan manusia yang dirubahkan melalui revolusi industri. Salah satunya adalah percepatan laju perkembangan teknologi, industri, dan infrastruktur. Tanpa disadari, limbah – limbah yang dihasilkan dari perkembangan revolusi industri inilah yang pada akhirnya memicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim. Pada akhir abad 20, banyak ilmuan yang sudah melakukan penelitian dan pengukuran terhadap perubahan iklim di dunia. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan yang dihasilkan akibat dari revolusi industri mengeluarkan limbah-limbah yang berbahaya, terutama mengeluarkan limbah CO2 dan gas-gas berbahaya lainnya yang akan terakumulasi di atmosfir bumi dan membentuk efek rumah kaca alami. Efek rumah kaca ini akan memantulkan radiasi matahari kembali ke bumi dan mengakibatkan kenaikan suhu bumi,
Seperti efek domino, kenaikan suhu bumi ini berdampak besar terhadap alam dan segala makhluk yang ada di bumi, termasuk manusia. Tercatat di dalam artikel ilmiah karya Elza Surmaini dan teman-teman, bahwa bumi sudah mengalami kenaikan suhu hingga 0.76°C hingga tahun 2005 dan permukaan air laut sudah mengalami kenaikan hingga 0.17 m pada abad ke-20 (Surmaini 2011). Suhu bumi yang naik membuat es yang berada di kedua kutub bumi mulai mencair, mengakibatkan kenaikan permukaan air laut. Hal ini akan menimbulkan ancaman banjir dan ketenggelaman bagi banyak kota yang berada di sekitar batas-batas tepi laut jika tidak diatasi dengan baik, termasuk ibukota Indonesia, Jakarta. Kenaikan suhu bumi dan permukaan air laut juga akan menyebabkan perubahan ekosistem air dan laut yang jika tidak dimitigasi dengan baik, dalam kurun waktu yang panjang, akan mengakibatkan pemutihan ekosistem koral yang ada di laut. Tidak hanya mengubah ekosistem laut, hal ini juga dapat memicu banyaknya badai-badai laut dan bahkan gelombang pasang/tsunami (Muhammad 2009).
Pada akhirnya, perubahan iklim akan mengubah ekosistem dunia secara keseluruhan. Binatang dan tumbuh-tumbuhan yang tidak dapat beradaptasi akan mengalami kepunahan. Kehidupan manusia pun akan berubah sedemikian rupa. Perubahan ekosistem, kenaikan suhu bumi, dan kenaikan permukaan laut akan memiliki efek domino yang lebih panjang dari yang sudah disebutkan sebelumnya, bahkan dapat berdampak pada kekeringan, kesulitan manusia dalam sektor agrikultur, pertanian, perternakan (Surmaini 2011), dan lain sebagainya. Hal ini akan menurunkna kualitas hidup manusia jika manusia tidak berubah dari sekarang.
Peran Manusia
Peran manusia sangat penting dalam menekan dan memitigasi perubahan iklim di dunia. Salah satu hal yang dapat dilakukan manusia adalah dengan menggalakan proses bangunan hijau. Sektor bangunan memiliki partisipasi yang besar di dalam kerusakan lingkungan. Hal ini dikarenakan banyak sekali bahan-bahan yang diekploitasi di dalam perancangan, pembangunan, dan pengoperasian sebuah bangunan jika bangunan itu tidak dirancang secara berkelanjutan. Oleh karena itu, peran arsitek dan teknisi-teknisi bangunan yang terkait sangatlah penting dalam merancang dan membangun sebuah bangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dalam hal ini, banyak yang dapat diperbaiki dari proses menjadikan sebuah bangunan. Mulai dari proses perancangan bangunan itu sendiri, bagaimana cara bangunan itu mengalirkan udara di dalam maupun di luar bangunan, bagaiman cara bangunan itu mengolah air hujan, air, lahan, dan sumber daya lainnya yang ada di sekitar tapak bangunan tersebut. Bagaimana material yang akan dipakai oleh bangunan tersebut. Bagaimana proses perencanaan dan koordinasi pembangunan bangunan tersebut. Semuanya ini harus direncanakan secara matang oleh pihak-pihak yang terkait sehingga tidak ada materi apapun yang terekploitasi. Sebagai contoh, memanfaatkan lahan kosong yang ada di sekitar bangunan sebagai tempat penampungan air hujan sehingga air hujan bisa dikelola oleh bangunan tersebut sebagai salah satu sumber air dari bangunan tersebut; memastikan material-material yuang dipakai oleh bangunan tersebut sebisa mungkin didapatkan secara local untuk memotong emisi dan limbah transportasi dari pengiriman material; memanfaatkan fisika bangunan, seperti penempatan jendela, sehingga bangunan tidak memerlukan banyak energi, seperti penggunaan lampu yang terlalu diesksploitasi jika tidak diperlukan.
Perancangan Bangunan dan Perilaku Hijau
Sebagai arsitek dan teknisi, merancang bangunan secara hijau dan memegang prinsip berkelanjutan memang sangat penting. Tidak hanya untuk bangunan tingkat tinggi, atau bangunan berkompleksitas tinggi, merancang bangunan hijau juga bisa dilakukan pada bangunan-bangunan rumah dan bangunan tingkat rendah lainya. Lebih dari itu, arsitek dan teknisi juga harus melihat cakupan bangunan secara lebih luas. Bangunan disini tidak hanya meliputi suatu tempat yang akan dihuni oleh manusia lainnya, tetapi juga mencangkup infrastruktur, sarana, dan prasarana yang penting untuk menunjang kehidupan manusia seperti pembangkit listrik, dan hal-hal lainnya. Meskipun infrastruktur tersebut tidak akan dihuni manusia secara 100%, arsitek dan teknisi tetap harus melakukan penelitian untuk melihat kemungkinan-kemungkinan lainnya dimana seluruh manusia bisa memiliki pola hidup yang berkelanjutan yang ditopang oleh bangunan-bangunan dan infrastruktur yang memegang prinsip berkelanjutan secara menyeluruh.
Terutama melihat kondisi ibukota Jakarta yang semakin lama semakin tergenang, penelitian harus dilakukan untuk melihat bangaimana Jakarta bisa diperbaiki. Perubahan iklim dan kepadatan penduduk menjadi hal yang sangat berbahaya bagi Kota Jakarta. Titik banjir di Jakarta semakin meluas per tahunnya (Harsoyo 2013). Dengan jumlah penduduk yang padat, lahan yang semakin berkurang, sirkulasi air yang tidak menentu, hanya membangun green building saja tidak cukup. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di wilayah-wilayah Indonesia lainnya. Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki keterbatasan lahan karena dikelilingi oleh air di segala sisi. Untuk mengatasi perubahan iklim, negara Republik Indonesia harus meningkatkan kesejahteraan rakyat yang populasinya semakin bertambah. Lebih dari itu, negara Indonesia juga harus menjaga kelestarian alam dan tanah yang ada. Indonesia tetap memerlukan lahan untuk hutan sebagai paru-paru dunia; lahan untuk pertanian dan peternakan sebagai sumber penghidupan masyarakat; lahan untuk pembangunan sebagai sumber infrastruktur masyarakat; dan lahan untuk pembangkit listrik sebagai sumebr energi masyarakat. Arsitek, teknisi, dan pihak-pihak terkait harus mencari cara untuk menjaga keseimbangan antara alam dengan keperluan hidup masyarakat.
Meskipun penelitian untuk menemukan cara dan sarana untuk menciptakan keseimbangan antara alam dan keperluan hidup masyarakat masih relatif muda dan masih butuh banyak perkembangan, ada beberapa penelitian dari negara-negara maju dan berkembang lainnya yang cukup berhasil dan dapat dipertimbangkan. Salah satu contoh penelitian adalah tentang penggunaan solar farm. Penelitian ini memang tidak termasuk green building dalam cakupan bangunan yang biasa menjadi perhatian para arsitek, tetapi penelitian ini bisa dijadikan sebuah contoh studi kasus yang dapat bermanfaat. Solar Farm memang sudah banyak digunakan dan sudah diaku sebagai sebuah sumber energy yang bersih dan ramah lingkungan. Solar farm memiliki banyak kelebihan yang bisa bermanfaat bagi Indonesia, terlebih karena lokasi Indonesia berada di garis khatulistiwa yang membuat paparan sinar matahari di Indonesia cukup stabil sepanjang tahun. Satu hal yang menjadi kendala dari solar farm adalah keterbatasan lahan. Solar farm membutuhkan banyak lahan untuk memenuhi kebutuhan energi yang banyak.
Hangzhou Fengling Electricity Science Technology Solar Park merupakan contoh studi kasus yang cukup unik dan bisa bermanfaat untuk pembangunan di Indonesia. Solar farm yang dibangung di Hangzhou China ini dibangung terapung di atas air, dekat dengan PLTA terbangun yang ada di kota tersebut (Tech Vision 2021). Solar farm yang terapung di air dapat dijadikan salah satu cara untuk membantu Indonesia menghasilkan energi yang ramah lingkungan tanpa harus mengurangi daerah terbangun yang ada di Indonesia. Solusi ini juga tidak mengganggu urban setting yang sudah ada, karena tidak memerlukan lahan yang besar. Negara Indonesia yang dikelilingi oleh air juga menjadi salah satu pertimbangan mengapa solusi dan penelitian mengenai solar farm yang terapung ini dapat bermanfaat.
Contoh lain yang dapat dipertimbangkan khusus nya untuk daerah-daerah padat penduduk seperti Jakarta adalah dengan mempertimbangkan urban farm. Jakarta pada khususnya dan pulau Jawa pada umumnya adalah kawasan padat penduduk yang ada di wilayah Indonesia. Dengan kemajuan teknologi dan kemajuan kesejahteraan rakyat Indonesia, dapat diprediksi bahwa kepadatan penduduk di daerah pulau Jawa akan semakin meningkat. Kepadatan penduduk yang semakin meningkat dan keterbatasan lahan yang ada akan mendesak masyarakat untuk menggunakan lahan-lahan sawah dan lahan-lahan terbuka lainnya untuk dijadikan daerah pemukiman. Jika hal ini tidak dapat dihindarkan, dan daerah tersebut memang harus dirubah menjadi daerah pemukiman, tidak hanya daerah pemukiman tersebut harus dibangun menggunakan prinsip-prinsip green building tetapi daerah persawahan juga harus dialokasikan sehingga suply pangan di Indonesia tetap stabil dan tidak mengalami kekurangan.
Dari sini, dapat dilihat bahwa perlu diadakan penilitan untuk mengantisipasi dan mencari solusi dibalik skenario di atas. Urban farm menjadi contoh studi kasus yang menarik. Negara Singapore sudah mulai menggalakan cara supaya mereka bisa meningkatkan intensitas urban farm di negara mereka yang sudah terbangun 100% tanpa ada lahan untuk bercocok tanam (Tomorrow’s Build 2021). Arsitek dan teknisi-teknisi juga diperlukan di dalam penelitian ini. Arsitek, teknisi dan para pihak terkait tidak hanya perlu membangun bangunan yang indah dan dapat dihuni, tetapi juga perlu memikirkan cara agar bisa mengintegrasikan kehidupan hidup manusia dengan keperluan pangan manusia, dsb.
Kesimpulan
Revolusi industri memang sudah terjadi, dan perubahan iklim sedang terjadi di dunia. Manusia harus melakukan segala cara untuk memulihkan dunia ini sehingga kelestariannya bisa tetap terjaga sampai generasi-generasi berikutnya. Mengupayakan green building menjadi salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menjaga kelestarian di dunia. Hanya tetapi, tidak hanya menggunakan green building saja, masyarakat di dunia juga perlu menggalakan green lifestyle. Pada akhirnya seluruh aktivitas di dunia baik itu bercocok tanam, bekerja kantoran, menghasilkan pembangkit listrik sebagai sumber energi, bermobilisasi, semua nya harus dilakukan dengan cara yang mengedepankan prinsip berkelanjutan dan dengan memegang teguh kelestarian alam di dunia ini sebagai bentuk dasar pemulihan keadaan dunia yang sudah rusak ini.
Daftar Pustaka
Harsoyo, B 2013. Mengulas Penyebab Banjir di Wilayah DKI Jakarta Dari Sudut Pandang Geologi, Geomorfologi, dan Morfometri Sungai, Jurnal Sains & Teknologi Modifikasi Cuaca, vol. 14, no. 1, p. 37, DOI:10.29122/jstmc.v14i1.2680.
Keman, S 2007. Perubahan Iklim Global, Kesehatan Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan, Jurnal Kesehatan Lingkungan Unair.
Muhammad, S, Wiadnya, G.R & Sutjipto D.O 2009. Adaptasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan Terhadap Dampak Perubahan Iklim Global, Seminar Nasional Pemanasan Global: Strategi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Indonesia, di Universitas Brawijaya Malang.
Surmaini, E, Runtunuwu, E & Las, I 2011. Upaya Sektor Pertanian dalam Menghadapi Perubahan Iklim, Jurnal Litbang Pertanian, vol. 30, no. 1.
Tech Vision 2021, The World’s Largest Floating Solar Farm, Youtube, 14 Juli, diakses pada 14 Agustus 2021,.
Tomorrow’s Build 2021, Singapore’s Bold Plan to Build Farms of the Future, Youtube, 13 Juli, diakses pada 14 Agustus 2021,.