Penulis: Maria Anindita Nauli, M.Sc.
Air adalah salah satu kebutuhan esensial bagi kehidupan manusia, khususnya air minum. Manusia dewasa memerlukan air minum sebanyak minimal 2 L setiap harinya. Bagi penduduk di kota besar di Indonesia, air minum mungkin bukan menjadi suatu komoditas yang sulit dicari. Akan tetapi, bagi penduduk yang tinggal di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (atau sering disebut sebagai 3T) air minum merupakan barang yang langka. Faktanya, sebagian dari daerah 3T terletak di pesisir pantai, artinya dekat dengan laut. Namun, sangat disayangkan meskipun laut merupakan sumber air yang melimpah, air laut tidak dapat langsung diminum oleh manusia karena kandungan garam yang tinggi di dalamnya.
Tidak dapat langsung diminum bukan berarti tidak bisa diolah lebih lanjut untuk siap diminum. Hingga saat ini, sudah terdapat beberapa teknologi pengolahan air laut menjadi air minum, tetapi masih terdapat beberapa tantangan di dalam implementasinya. Dilansir dari artikel IEEE Spectrum, terdapat paling tidak 8 teknologi pengolahan air laut menjadi air minum, yang dibagi menjadi 2 kategori, telah siap guna yaitu thermal desalination dan reverse osmosis, dan masih di dalam tahap penelitian yaitu capacitive deionization, better membrane, spin cycle, forward osmosis, osmotic power, dan microbial fuel cell.
Dua teknologi yang paling umum diterapkan yaitu thermal desalination dan reverse osmosis, pada dasarnya merupakan teknologi yang memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk memisahkan air dengan garam. Thermal desalination melibatkan panas, di mana air laut direbus sehingga air akan menguap dan menyisakan garam. Air yang telah menjadi uap kemudian dikumpulkan kembali lewat proses kondensasi. Reverse osmosis melibatkan material yang disebut dengan membran. Air laut dipaksa untuk melewati sebuah membran semipermeable yang memisahkan air dengan garam. Masing-masing teknologi tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Thermal desalination merupakan proses yang memerlukan banyak energi. Reverse osmosis bergantung pada material membran yang memiliki harga dan penanganan yang cukup mahal.
Sebuah teknologi seharusnya membawa shalom bagi masyarakat. Jika sebuah teknologi membawa dampak positif bagi suatu tempat belum membawa dampak yang sama untuk tempat lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi dampak teknologi terhadap masyarakat setempat. Hal ini bergantung pada konteks masing-masing daerah. Jika sebuah teknologi pengolahan air laut menjadi air minum hendak diimplementasikan untuk membantu masyarakat di daerah 3T, maka kondisi masyarakat tersebut perlu untuk diperhatikan. Misalnya, apakah masyarakat tersebut sudah melek teknologi, solusi apa yang sesuai dengan kondisi mereka, bagaimana kondisi infrastruktur daerah tersebut, dan sebagainya.
Dalam rangka perlombaan yang diadakan oleh Program Studi Teknik Kimia Universitas Lampung yang mengusung tema teknologi Pengolahan Air Laut Menjadi Air Minum, mahasiswa dan dosen program studi CFP bersama dengan program studi IEE memikirkan sebuah teknologi yang sesuai diimplementasikan untuk masyarakat daerah 3T. Solusi yang diajukan adalah kombinasi antara thermal desalination dan reverse osmosis berskala kecil. Air laut diumpankan ke alat pengolahan air. Di tahap pertama, air laut dipanaskan dan didinginkan sehingga garam mengendap. Air yang telah didinginkan diharapkan memiliki kadar garam lebih rendah, kemudian diumpankan ke dalam alat reverse osmosis skala rumah tangga. Desain yang diajukan masih di dalam tahap awal yaitu desain konseptual yang telah dilengkapi dengan prototipe. Untuk dapat memastikan alat ini dapat diimplementasikan, perlu dilakukan penelitian dan uji coba lebih lanjut terhadap konsep dan prototipe yang telah dirancang.
Beberapa hal yang perlu untuk diperiksa antara lain efektivitas proses thermal desalination dan reverse osmosis, komposisi produk pada setiap keluaran tahap, baik itu setelah tahap thermal desalination dan reverse osmosis, dan efisiensi energi yang digunakan. Harapannya, teknologi ini dapat diwujudkan dan diimplementasikan sehingga sungguh-sungguh bermanfaat bagi masyarakat daerah 3T yang masih kesulitan memperoleh air minum.
Referensi:
https://spectrum.ieee.org/eight-technologies-for-drinkable-seawater