Padiros: Karya Mahasiswa-mahasiswa CIT untuk Mengurangi Kasus Diabetes di Indonesia

April 16, 2023

Mengonsumsi nasi putih adalah suatu budaya yang sudah melekat dalam masyarakat Indonesia. Rasanya akan sangat tidak lengkap jika memakan apa pun tanpa nasi putih. Nasi sudah seperti menjadi menu wajib bagi setiap orang Indonesia. Sebagai salah satu sumber karbohidrat utama, nasi putih memang sangat penting untuk ada dalam menu makanan karena nasi putih berfungsi sebagai penyeimbang rasa dari lauk-pauk dan sayur-sayuran yang ada dalam piring. Tanpa keberadaan nasi putih, rasa makanan akan menjadi terlalu kuat sehingga makanan tidak dapat dinikmati. Selain itu, tekstur dari nasi putih yang lembut dan halus membuatnya sangat enak untuk dikunyah di mulut. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika orang Indonesia suka mengonsumsi nasi putih, tetapi nasi putih dapat membawa bahaya bagi tubuh jika dikonsumsi secara berlebihan.

Di balik kelezatan dan kenikmatan nasi putih, tersimpan risiko yang cukup besar. Perlu diketahui bahwa nasi putih pada dasarnya didapatkan dari padi yang bulir-bulir telah dibuang sehingga menyisakan bagian endosperma dari padi. Bagian endosperma ini mengandung banyak sekali pati yang tersusun oleh glukosa. Dengan demikian, kandungan glukosa yang relatif tinggi ini membuat glycemic index dari nasi putih sangatlah tinggi. Nilai glycemic index yang tinggi ini menunjukkan bahwa memakan nasi putih akan menaikkan kadar glukosa dalam aliran darah secara signifikan. Dalam tubuh kita, memang ada mekanisme untuk mengontrol kadar gula darah, yaitu dengan menggunakan hormon insulin yang disekresikan oleh pankreas. Namun, hormon insulin tentunya memerlukan waktu untuk bekerja dan pankreas memiliki laju sekresi hormon insulin yang terbatas. Oleh sebab itu, jika seseorang terlalu banyak memakan nasi putih secara terus-menerus tanpa regulasi eksternal (misalnya berolahraga untuk menggunakan gula tersebut dengan cepat), ada kemungkinan besar bahwa orang tersebut akan kelebihan gula dalam aliran darah.

Penyakit yang ditimbulkan akibat kadar gula yang terlalu tinggi dalam aliran darah seseorang disebut sebagai diabetes. Pada orang yang sudah terkena diabetes, kadar gulanya benar-benar harus dikontrol dengan ketat agar tak menimbulkan komplikasi. Tidak mengherankan jika pada akhirnya banyak penderita diabetes yang tidak boleh lagi makan nasi putih yang lezat dan nikmat itu. Jika penderita diabetes tidak menjaga kadar gula darahnya dengan baik, gula yang terus masuk ke dalam aliran tubuh akan menumpuk. Penumpukan gula dalam pembuluh darah ini akan menyumbat suplai oksigen dan nutrisi ke bagian yang tersumbat tersebut. Bagian yang biasanya tersumbat oleh banyaknya gula ini adalah kaki (ditandai dengan kaki yang menghitam warnanya akibat kurangnya oksigen dan nutrisi). Tidak jarang kita melihat banyak penderita diabetes yang sudah fatal harus diamputasi kakinya akibat penumpukan gula yang sudah terlalu banyak di pembuluh darah kaki (jika tidak, pembuluh darah dapat pecah dan membahayakan nyawa). Di Indonesia sendiri, diabetes merupakan penyakit yang umum. Menurut data dari Statista, diketahui terdapat 19,5 juta penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2021.

Maka dari itu, memakan nasi terlalu banyak ternyata tidak bagus bagi kesehatan. Ini membuat banyak orang mencari alternatif sumber karbohidrat lain selain nasi yang glycemic index-nya lebih rendah. Contohnya adalah kentang, ubi, dan singkong. Namun, seperti yang telah dijelaskan, budaya Indonesia adalah makan nasi. Tidak makan nasi sama dengan tidak makan sama sekali sehingga ada juga orang-orang yang mencari alternatif jenis nasi lain, seperti nasi hitam dan merah. Namun, nasi-nasi semacam ini masih memiliki bulir-bulir padi yang tidak dihilangkan saat proses produksi beras sehingga cukup banyak orang tidak menyukai teksturnya yang agak keras. Percuma saja makan untuk sehat tapi tidak enak (bukankah itu menyiksa diri?). Jadi, bagaimana solusinya? 

Solusinya adalah ini: Padiros! Mahasiswa-mahasiswa CIT (Brandon Christopher dari BMS 2019, Livia Fillias Tanira dari BMS 2019, Christopher Owen Candlerson dari BMS 2019, Jonathan Timothy Oei dari BMS 2021, dan Samuel Wong dari ASD 2021) telah membuat suatu inovasi untuk mengatasi masalah diabetes, yaitu dengan menciptakan nasi antidiabetik yang level glycemic index-nya lebih rendah sehingga risiko diabetes berkurang. Cara melakukannya adalah dengan menerapkan rekayasa genetika. Gen PAL dari tanaman rosemary dimasukkan ke padi. Dimasukkannya gen PAL ini akan meningkatkan produksi asam rosmarinat pada tanaman padi. Asam rosmarinat adalah senyawa yang berperan sebagai inhibitor (penghambat) dalam sintesis pati. Dengan demikian, dengan meningkatnya produksi asam rosmarinat, kadar glukosa yang diproduksi dalam tanaman padi akan berkurang (secara khusus pada bagian endospermanya). Ini membuat nasi putih yang nantinya dihasilkan mengandung lebih sedikit glukosa sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi secara rutin.

Beras Padiros merupakan suatu inovasi yang sangat baik karena memungkinkan seseorang untuk tetap menikmati kelezatan tekstur dan rasa dari nasi putih tanpa perlu memikirkan risiko terkena diabetes. Oleh sebab itu, jika inovasi ini terus dikembangkan pada masa depan, kasus diabetes di Indonesia dapat dengan signifikan ditekan. Biarlah inovasi dari mahasiswa-mahasiswa CIT ini dapat membawa berkat bagi banyak orang.

Melalui inovasinya tersebut, lima mahasiswa CIT yaitu, Brandon Christopher (Biomedical Science, 2019), Livia Fillias Tanira (Biomedical Science, 2019), Christopher Owen Candlerson (Biomedical Science, 2019), Jonathan Timothy Oei (Biomedical Science, 2021), dan Samuel Wong (Architecture and Sustainable Design, 2021), berhasil meraih medali emas dan mendapatkan penghargaan presentasi terbaik dalam ajang kompetisi BIOS2022 yang diselenggarakan oleh Inbio Indonesia. Sepanjang perlombaan, kelima mahasiswa ini diajak untuk berproses dan berkembang.

Saat permulaan lomba, para peserta lomba diberikan topik-topik untuk dipilh. Tim dari CIT dengan mantap memilih topik diabetes melitus tipe II, yaitu tipe diabetes yang disebabkan oleh kurangnya efektivitas insulin dalam mengatur kadar gula darah. Dalam proses brainstorming, mahasiswa-mahasiswa CIT berpikir bahwa akan sangat baik jika pencarian masalah dari diabetes tersebut dikaitkan dengan konteks masyarakat Indonesia yang memiliki budaya mengonsumsi nasi putih. “Saat mencari inovasi untuk menangani kasus diabetes di Indonesia yang mayoritas penduduknya mengonsumsi nasi, kami mencetuskan ide beras antidiabetik,” tutur Brandon Christopher. Dia mengakui bahwa dirinya dan teman-teman seperjuangannya sama-sama dilatih untuk berpikir kritis, realistis, dan konteksrual dalam mencari solusi yang sekiranya tepat untuk menyelesaikan masalah dalam negeri. 

Selain mereka sendiri, para mahasiswa CIT tidak sendirian dalam lomba tersebut. Berkat Ibu Fidelia Sihombing M.Sc. (selaku salah satu dosen program studi Biomedical Science di CIT), para mahasiswa dapat memiliki arah yang lebih jelas dan jernih tentang apa yang sebenarnya ingin mereka kerjakan. Dengan keahlian beliau di dalam rekayasa genetika, beras antidiabetik bukanlah suatu hal yang mustahil diciptakan.

Namun, perlombaan BIOS2022 bukanlah perlombaan yang mudah karena ada banyak tahap-tahap yang perlu dilalui. Perjuangan dimulai dengan proses pembuatan abstrak yang memutar otak para mahasiswa. “Kami semua memutar otak untuk memikirkan bagaimana caranya kami dapat memaparkan ide yang belum terlalu matang, tetapi harus disampaikan dengan jelas, padat, dan singkat,” tutur Brandon Christopher. Bersyukurnya, meskipun dengan persiapan yang agak mepet, abstrak mereka lolos tahap seleksi sehingga mereka lanjut ke tahap kedua, yaitu pembuatan video elevator pitch. Video ini berisi semacam pidato singkat yang biasanya digunakan pebisnis untuk menyampaikan produknya kepada investor dengan waktu yang sangat singkat.

Tahap selanjutnya menanti. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa mereka lolos. Hanya tinggal selangkah lagi sebelum final. Brandon Christopher mengatakan, “Kami belajar bahwa usaha harus terus dilakukan sampai akhir. Jangan menyerah sampai kita telah memberikan yang terbaik. Kalahkan diri kita sendiri untuk dapat maju terus.” Dia sadar bahwa tahap ketiga merupakan tahap yang sangat sulit. Dalam tahap ini, mereka harus melakukan penelitian secara in silico, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan komputer (berkaitan erat dengan bioinformatika. Hasil akhirnya berupa laporan penelitian dan poster ilmiah. Selama empat bulan penuh, ketekunan mereka diuji. Bioinformatika adalah salah satu bidang yang cukup baru bagi mereka sehingga berbagai metode penelitian baru perlu dipelajari bersama. Meskipun penuh tantangan dan jerih payah hingga rasanya ingin menyerah, mereka ternyata berhasil. Mereka lolos seleksi tahap ketiga. 

Tahap terakhir (final) sudah di depan mata mereka. Pada tahap ini, mereka perlu melakukan presentasi ilmiah selama 10 menit, lalu dilanjutkan dengan tanya jawab oleh para juri. Awalnya, presentasi mereka masih berantakan. Namun, berkat bimbingan Bapak Martin Tjahjono Ph.D. (selaku Wakil Rektor Kemahasiswaan CIT sekaligus dosen program studi Chemical and Food Processing), presentasi mereka menjadi semakin baik seiring berjalannya waktu. Brandon Christopher mengatakan, “Beliau membantu dalam mengarahkan, memeriksa, dan melatih presentasi yang akan kami bawakan.” Dengan demikian, mereka berhasil memperoleh penghargaan Best Presentation. Bersamaan dengan didapatkannya medali emas, seluruh proses perlombaan yang panjang tersebut tidaklah sia-sia. Kegigihan dari lima mahasiswa CIT yang turut andil dalam lomba ini membawa mereka menuju kemenangan. Biarlah kemenangan ini menjadi benih-benih karya yang inovatif pada masa mendatang dari mahasiswa-mahasiswa CIT.

RELATED POSTS