Penulis : Harwin, M.Sc.
Anda mungkin pernah berbelanja ke supermarket dan melihat ada banyak produk susu yang dijual. Ada produk susu pasteurisasi yang diletakkan di etalase pendingin dan ada produk susu UHT yang diletakkan di rak biasa. Anda mungkin menjadi penasaran dan akhirnya membeli kedua susu tersebut. Ketika Anda mencicipi kedua susu tersebut, ternyata rasa susunya juga berbeda. Lalu, mungkin muncul pertanyaan, yaitu apa bedanya susu pasteurisasi dan susu UHT? Kenapa susu pasteurisasi harus disimpan di etalase pendingin, sedangkan susu UHT tidak? Kenapa rasa susu pasteurisasi berbeda dengan rasa susu UHT? Kenapa susu UHT yang diletakkan di etalase biasa malah mampu tahan lebih lama? Apakah semuanya itu dikarenakan susu UHT mengandung bahan pengawet, seperti yang banyak dipercaya masyarakat? Artikel ini akan menjawab berbagai pertanyaan tersebut dalam dua bagian. Bagian pertama akan membahas tentang susu pasteurisasi terlebih dahulu, dan bagian kedua akan membahas tentang susu UHT.
Ketika kita berbicara tentang susu (baik pasteurisasi maupun UHT), pertama-tama kita harus meninjau bahan bakunya terlebih dahulu, yaitu susu itu sendiri. Susu yang umum dipasarkan adalah susu sapi. Susu segar yang diperah dari sapi yang sehat secara praktis adalah susu yang steril. Akan tetapi, susu yang telah meninggalkan ambing (udder) sapi sangat mudah terkontaminasi oleh mikroorganisme (seperti bakteri) yang berada di udara dan lingkungan sekitarnya. Susu juga sangat kaya dengan nutrisi yang diperlukan mikroorganisme untuk berkembang biak. Oleh sebab itu, kunci untuk memperlambat laju kerusakan susu adalah dengan memperlambat aktivitas bakteri atau mematikan bakteri yang ada dalam susu segar.
Teknik yang paling umum digunakan untuk mematikan bakteri tersebut adalah pasteurisasi. Istilah “pasteurisasi” berasal dari nama seorang ilmuwan Perancis bernama Louis Pasteur[1], yang menemukan bahwa pemanasan wine pada temperatur yang relatif tinggi (57oC) dapat membunuh bakteri yang menyebabkan wine menjadi asam. Teknik yang sama dapat diterapkan pada susu dengan memperhatikan antara temperatur pemanasan dan lama waktu pemanasan yang sesuai. Gambar 1 menunjukkan bagaimana pengaruh temperatur dan waktu pemanasan dalam membunuh mikroorganisme patogen.
Gambar 1. Kurva yang menunjukkan pengaruh temperatur dan durasi pemanasan (heat treatment) dalam membunuh berbagai jenis mikroorganisme patogen[2]
Dari kurva tersebut, dapat dilihat bahwa semakin tinggi temperatur pemanasan (heat treatment), semakin singkat waktu yang diperlukan untuk membunuh mikroorganisme yang mengontaminasi susu. Sebagai contoh, bakteri typhus penyebab penyakit tifus akan mati jika susu dipanaskan pada temperatur 60oC selama sekitar 10 menit. Akan tetapi, jika susu dipanaskan hingga temperatur 65oC, hanya dibutuhkan waktu sekitar 1 menit untuk membunuh bakteri typhus tersebut. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sterilisasi susu dari bakteri berbahaya seperti bakteri coliform, bakteri typhus dan bakteri tubercle, dapat dicapai pada temperatur pemanasan sekitar 72oC selama 10 detik, atau pada temperatur 75oC selama kurang dari 10 detik. Pasteurisasi pada temperatur tinggi untuk durasi yang singkat ini disebut pasteurisasi HTST (high-temperature short-time). Pasteurisasi susu pada umumnya dilakukan pada temperatur 72-75oC selama 15-20 detik.
Diagram alir sederhana untuk unit pasteurisasi susu ditunjukkan dalam Gambar 2. Unit pasteurisasi susu pada umumnya terdiri dari beberapa bagian, yaitu bagian pasteurisasi (2A), bagian pemanasan awal (2B dan/atau 2C), dan bagian pendinginan (2D). Unit pasteurisasi juga dapat dilengkapi dengan peralatan lain, seperti balance tank, homogenizer, ataupun deaerator, namun peralatan tersebut tidak menjadi pembahasan dalam artikel ini.
Gambar 2. Diagram alir sederhana untuk proses pasteurisasi susu
Susu segar yang akan dipasteurisasi terlebih dahulu dialirkan ke bagian pemanasan awal atau disebut juga preheating. Jika susu yang akan diproduksi adalah susu rendah lemak atau susu skim, susu akan dipanaskan hingga temperatur 50-55oC dalam bagian pertama (2C), lalu dialirkan ke alat separator (3), yang berfungsi untuk memisahkan krim dari susu. Akan tetapi, jika susu yang akan diproduksi adalah susu full cream, alat separator ini tidak diperlukan. Susu yang telah diskim akan dialirkan ke bagian kedua (2B) untuk menyelesaikan proses pemanasan awal.
Dari bagian pemanasan awal, susu selanjutnya dialirkan ke bagian pasteurisasi (2A), di mana susu akan dipanaskan dengan medium pemanas (seperti air pemanas) hingga mencapai temperatur pasteurisasi (72-75oC), dan setelah itu barulah dialirkan ke holding tube (5). Bagian holding tube didesain untuk mempertahankan temperatur pasteurisasi selama 15-20 detik sehingga proses pasteurisasi tercapai dengan sempurna.
Susu pasteurisasi dari holding tube memiliki temperatur yang masih tinggi sehingga masih mengandung kalor yang dapat dimanfaatkan kembali (heat recovery). Pemanfaatan kembali kalor tersebut umumnya dilakukan dengan menggunakan susu pasteurisasi untuk memanaskan susu segar (umpan masuk) di bagian pemanasan awal (2B, 2C). Pemanfaatan kembali kalor tersebut dapat menurunkan konsumsi energi secara keseluruhan.
Selanjutnya, susu pasteurisasi tersebut akan didinginkan hingga temperatur 4-8oC di bagian pendinginan (2D). Medium pendingin yang umumnya digunakan adalah chilled water atau ice water. Proses pendinginan tersebut akan memperlambat rekontaminasi susu dan pertumbuhan spora bakteri dan bakteri yang tidak berbahaya yang masih tersisa dalam susu. Gambar 3 menunjukkan pengaruh temperatur terhadap pertumbuhan bakteri dalam susu. Pada temperatur 15oC atau lebih tinggi, pertumbuhan bakteri meningkat secara eksponensial dan cepat. Akan tetapi, pada temperatur 4oC, pertumbuhan bakteri relatif tidak terdeteksi sehingga dapat disimpulkan bahwa pendinginan ke temperatur sekitar 4oC cukup ideal untuk menyimpan susu pasteurisasi.
Gambar 3. Pengaruh temperatur terhadap pertumbuhan bakteri dalam susu[3]
Hal penting yang harus diperhatikan adalah pendinginan tersebut hanya memperlambat, namun tidak mencegah atau menghentikan pertumbuhan bakteri yang masih tertinggal sehingga umur susu pasteurisasi relatif tidak terlalu panjang. Umur penyimpanan susu pasteurisasi umumnya adalah sekitar 7 hari.
Kesimpulan
Pada artikel ini, kita telah membahas tentang pasteurisasi susu, bagaimana pasteurisasi susu dapat menjadi solusi untuk mencegah pertumbuhan bakteri dalam susu, dan kenapa susu pasteurisasi harus disimpan pada temperatur rendah. Pada artikel berikutnya, kita akan membahas mengenai susu UHT, lalu membandingkannya dengan susu pasteurisasi.
[1] https://www.britannica.com/technology/pasteurization
[2] https://dairyprocessinghandbook.tetrapak.com/chapter/heat-exchangers
[3] https://dairyprocessinghandbook.tetrapak.com/chapter/microbiology